Fenomena Sekolah Favorit: Apakah Masih Relevan di Era Pemerataan Pendidikan
Di tengah upaya pemerintah memperluas akses dan pemerataan kualitas pendidikan melalui berbagai kebijakan seperti sistem zonasi (sekarang di sebut domisili), istilah “sekolah favorit” masih melekat kuat dalam benak masyarakat. Namun, apakah status sekolah favorit masih relevan di era saat ini? Atau justru menjadi penghalang pemerataan pendidikan?
🏫 Apa Itu Sekolah Favorit?
Sekolah favorit umumnya merujuk pada sekolah yang memiliki:
-
Capaian akademik tinggi (banyak siswa masuk PTN unggulan),
-
Fasilitas lengkap dan modern,
-
Guru berpengalaman dan reputasi baik,
-
Prestasi di bidang akademik dan non-akademik,
-
Lokasi strategis dan peminat melimpah setiap tahun ajaran baru.
Label “favorit” ini biasanya berkembang dari opini publik dan capaian historis, bukan dari penilaian resmi negara.
🔍 Realita di Lapangan
-
Kesenjangan Mutu Masih Nyata
-
Sekolah favorit biasanya berada di kota besar, sementara sekolah di daerah terpencil masih tertinggal dalam hal fasilitas, tenaga pengajar, dan akses internet.
-
-
Daya Saing yang Tidak Merata
-
Karena peminat membludak, banyak siswa berprestasi dari luar zona terpaksa memilih sekolah yang kurang di minati—memicu anggapan bahwa “hanya yang beruntung yang bisa masuk sekolah terbaik”.
-
-
Stigma Sekolah Non-Favorit
-
Sekolah yang tidak di labeli favorit sering kali di pandang sebelah mata, sehingga memengaruhi semangat belajar siswa dan kepercayaan masyarakat.
-
-
Tumpang Tindih dengan Sistem Pemerataan
-
Tujuan sistem domisili untuk menghilangkan kasta sekolah kadang bertabrakan dengan realitas: siswa tetap berbondong-bondong mengejar sekolah unggulan, bahkan dengan memalsukan alamat.
-
📈 Apakah Masih Relevan?
Di satu sisi, sekolah favorit masih di perlukan sebagai role model bagi sekolah lain, namun di sisi lain, keberadaannya:
-
Mendorong kompetisi yang tidak sehat,
-
Menimbulkan kesenjangan akses pendidikan berkualitas,
-
Membuat sistem pemerataan jadi sulit di terapkan secara adil.
🧩 Tantangan dan Harapan
Tantangan | Harapan |
---|---|
Persepsi sekolah non-favorit sebagai “kelas dua” | Pemerintah meningkatkan kualitas merata di semua sekolah |
Ketimpangan fasilitas dan SDM antar sekolah | Insentif dan distribusi guru berkualitas ke daerah pinggiran |
Ketergantungan pada capaian akademik semata | Fokus pada pendidikan karakter, kreativitas, dan literasi digital |
🌱 Menuju Masa Depan Pendidikan yang Adil
Langkah-langkah yang bisa di lakukan untuk mengatasi ketimpangan ini:
-
Transformasi Kurikulum Merdeka
-
Memberi ruang bagi semua sekolah untuk berinovasi sesuai kebutuhan siswa.
-
-
Pemerataan Fasilitas dan Guru
-
Afirmasi anggaran untuk sekolah-sekolah 3T (tertinggal, terluar, dan terdepan).
-
-
Penghapusan Labelisasi
-
Alih-alih mengejar sekolah favorit, masyarakat di ajak fokus pada kualitas pembelajaran yang humanis dan kontekstual di sekolah mana pun.
-
-
Penguatan Peran Komite Sekolah
-
Kolaborasi antara orang tua dan sekolah akan membantu membangun iklim pendidikan yang sehat dan bermutu.
-